Halaman

Kamis, 19 Juni 2014

Laporan Aksi Buffer

PERCOBAAN V
KESEIMBANGAN DAN AKSI BUFFER

I.             TUJUAN PERCOBAAN
1.      Mempelajari cara kerja larutan buffer
2.      Mempelajari pengaruh penambahan asam kuat, basa kuat dan sedikit air terhadap buffer
3.      Menghitung nilai Ka dan konsentrasi ion asetat

II.          DASAR TEORI
Larutan buffer merupakan sistem larutan yang dapat mempertahankan pH lingkungannya dari pengaruh seperti oleh penambahan sedikit asam/basa kuat atau oleh pengenceran. Sistem buffer terdiri atas dua komponen, yakni komponen pelarut (umumnya air) dan komponen zat terlarutnya.
Komponen-komponen ini berupa :
a.       Asam lemah dan garam kuatnya
b.      Basa lemah dan garam kuatnya
c.       Sepasang asam-basa konjugat, atau
d.      Sepasang pemberi-penerima proton
Kapasitas suatu buffer merupakan ukuran kemampuan buffer untuk mempertahankan pH lingkungannya terutama dari pengaruh luar oleh panambahan ion H+ (asam) atau ion OH- (basa). Yang paling menentukan kemampuan buffer ialah kualitas atau konsentrasi masing-masing campurannya (misalnya asam/basa dan garam kuatnya atau asam dan basa konjugatnya). Makin tinggi konsentrasi zat-zat ini, makin tinggi pula kapasitas buffer untuk mempertahankan pHnya terhadap pengaruh dari luar (Mulyono, 2006).
Mari kita tinjau campuran suatu asam lemah dan garamnya, misalnya campuran asam asetat dan natrium asetat. Dalam larutan demikian natrium asetat, hampir sempurna berdisosiasi tetapi disosiasi asam asetat hampir dapat diabaikan karena adanya ion-ion asetat dalam jumlah yang banyak (yang berasal dari disosiasi natrium asetat), akan menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan asam asetat yang tak terdisosiasi (yaitu ke arah ruas kiri).
           CH3COOH Û CH3COO- + H+
Larutan ini akan mempunyai pH yang tertentu dan pH ini akan bertahan baik sekali. Jika ion hidrogen (asam kuat) ditambahkan, ini akan bergabung dengan ion asetat dalam larutan untuk membentuk asam asetat yang tak terdisosiasi :
          CH3COO- + H+ ® CH3COOH
dan karenanya konsentrasi ion hidrogen tidak berubah, jumlah ion asetat berkurang sementara asam asetat bertambah. Di lain pihak, jika ion hidroksil yang ditambahkan akan bereaksi dengan asam asetat. Reaksi yang terjadi :
               CH3COOH + OH- ® CH3COO- + H2O 
dan konsentrasi ion hidrogen (ion hidroksil) tidak akan berubah banyak hanya jumlah ion asetat akan bertambah, sementara jumlah asam asetat berkurang. Jadi larutan demikian menunjukkan ketahanan tertentu baik terhadap asam maupun basa, maka dinamakan larutan buffer atau penyangga.
Larutan buffer juga dapat dibuat dengan melarutkan suatu basa lemah dan garamnya bersama-sama. Campuran ammonium hidroksida dan ammonium klorida menunjukkan ketahanan terhadap ion hidrogen, karena ion hidrogen bereaksi dengan ammonium hidroksida (yang tak berdisosiasi) itu :
        NH4OH + H+ ® NH4+ + H2O
sedangkan ketahanannya terhadap ion hidroksil didasarkan atas pembentukkan basa yang tak terdisosiasi dari ion-ion ammonium yang berasal dari garamnya (Svehla, 1985) :
             NH4+ + OH- ® NH4OH
Keengganan suatu larutan untuk mengubah konsentrasi ion hidrogennya dengan penambahan sedikit asam atau basa disebut kerja buffer. Dikatakan larutan itu memiliki keasaman cadangan dan kebasaan cadangan. Biasanya larutan buffer mengandung suatu campuran asam lemah HA dan garam natrium atau kaliumnya (A-), atau suatu basa lemah B dan garamnya (BH+). Maka suatu buffer biasanya adalah campuran suatu asam dan basa konjugatnya.
Konsentrasi ion hidrogen dapat dihitung dari tinjauan-tinjauan kesetimbangan kimia yang terdapat dalam larutan. Kesetimbangan antara suatu asam lemah dan garamnya, maka kesetimbangan disosiasinya :
      HA Û  H+ +  A-
dan besarnya dicerminkan oleh harga tetapan disosiasi Ka :
                 
Ungkapan itu dapat didekati dengan menggantikan aktivitas dengan konsentrasi :
        
Kesetimbangan ini berlaku untuk campuran suatu asam HA dan garamnya, katakan MA. Jika konsentrasi asam adalah Ca dan konsentrasi garam Cs, maka konsentrasi bagian asam yang tak terdisosiasi adalah Ca – [H+]. Larutan ini netral secara listrik, jadi [A-] = Cs + [H+] (garam itu terdisosiasi sempurna). Bila harga-harga ini dimasukkan dalam persamaan kesetimbangan (2), akan diperoleh :
                    
Dalam suatu asam lemah dan garamnya, disosiasi asam itu ditekan kembali oleh efek ion sekutu dan H+ dapat diabaikan dibandingkan dangan Ca dan Cs. Persamaan (3) akan disederhanakan menjadi :
                     
Serupa pula suatu garam campuran basa lemah dengan tetapan disosiasi Kb dan garamnya dengan asam kuat (Bassett, 1994) :
                   

III.         ALAT DAN BAHAN
A.    Alat yang digunakan
1.      Tabung reaksi                                     
2.      Rak tabung reaksi                              
3.      Pipet tetes                                          
4.      Pipet volum 10ml                               
   5.      Kertas pH universal                  

B.     Bahan yang digunakan
1.   Larutan CH3COOH 0,1M
2.   Larutan CH3COONa 0,1M
3.   Larutan CH3COONa 1M
4.   Larutan HCl 0,1M
5.   Larutan HCl 1M
6.   Larutan NaOH 1M
7.   Aquadest 

IV.       CARA KERJA
A.    Penambahan ion asetat dan hidrogen
1.   Disiapkan 4 buah tabung reaksi
2.   Pada tabung reaksi pertama dimasukkan 3 ml CH3COOH 0,1M
3.  Pada tabung reaksi kedua dimasukkan 3 ml CH3COOH 0,1 M kemudian ditambahkan 3 ml HCl 0,1 M
4.  Pada tabung reaksi ketiga dimasukkan 3ml CH3COOH 0,1M dan ditambahkan CH3COONa 0,1M
5. Pada tabung reaksi keempat dimasukkan 3 ml CH3COOH 0,1 M dan ditambahkan CH3COONa 1 M
6.   Kemudian cek pH masing-masing larutan menggunakan kertas pH, kemudian dihitung nilai Ka untuk tabung pertama, hitung konsentrasi ion asetat untuk tabung kedua, kemudian hitung nilai Ka untuk tabung ketiga dan keempat.

B.     Aksi buffer
1.   Dibuat larutan buffer dari campuran 5 ml CH3COOH 0,1 M dan 5 ml CH3COONa 0,1 M
2.   Dibuat larutan buffer 5 ml CH3COOH 0,1 M
3.   Kemudian disiapkan 5 buah tabung reaksi
4.   Pada tabung pertama dimasukkan 2 ml larutan buffer
5.   Pada tabung kedua dimasukkan 2 ml aquadest dan ditambahkan 2 tetes HCl 1 M
6.   Pada tabung ketiga dimasukkan 2 ml larutan buffer dan ditambahkan 2 tetes NaOH 1 M
7.   Pada tabung keempat dimasukkan 2 ml aquadest dan ditambahkan 2 tetes NaOH 1 M
8.   Pada tabung kelima dimasukkan 2 ml buffer dan ditambahkan 2 tetes HCl 1 M
9.   Kemudian cek pH masing-masing larutan dalam tabung reaksi menggunakan kertas pH

V.          DATA PERCOBAAN
         Tabel V.I  Penambahan ion asetat dan hidrogen
No.
Larutan
No. kertas pH
pH
1
3 ml CH3COOH 0,1 M
1
4
2
3 ml CH3COOH 0,1 M + 3 ml HCl 0,1 M
2
1
3
3 ml CH3COOH 0,1 M + 3 ml CH3COONa 0,1 M
3
5
4
3 ml CH3COOH 0,1 M + 3 ml CH3COONa 1  M
4
6

         Tabel V.II  Aksi Buffer
No.
Larutan
No. kertas pH
pH
1
2 ml larutan buffer
1
4
2
2 ml aquadest + 2 tetes HCl 1 M
2
1
3
2 ml larutan buffer + 2 tetes NaOH 1 M
3
5
4
2 ml aquadest + 2 tetes NaOH 1 M
4
13
5
2 ml larutan buffer + 2 tetes HCl 1 M
5
1

VI.        PERHITUNGAN
1.      Nilai Ka pada tabung reaksi pertama
              
2.      Konsentrasi ion asetat pada tabung reaksi kedua
              

3.      Nilai Ka pada tabung reaksi ketiga
             

4.      Nilai Ka pada tabung reaksi keempat
             

VII.    PEMBAHASAN
Pada praktikum terakhir ini dengan judul kesetimbangan dan aksi buffer, kita dapat melihat prinsip kerja dari larutan buffer. Larutan buffer memiliki dua sifat yaitu bersifat asam dengan pH < 7 dan larutan buffer yang bersifat basa dengan pH > 7. Penambahan sedikit asam ataupun basa pada larutan buffer hanya menimbulkan sedikit perubahan pH sehingga pH larutan dianggap tidak bertambah. Jadi, prinsip kerja larutan buffer atau lebih dikenal dengan larutan penyangga ialah dapat mempertahankan pH lingkungannya dari penambahan asam (ion H+) ataupun penambahan basa (ion OH-).
Pada percobaan yang pertama, tabung pertama dimasukkan 3 ml larutan CH3COOH 0,1 M dan di peroleh pH 4. Larutan ini tergolong tidak bersifat buffer karena hanya berupa asam lemah dan tidak memiliki basa konjugasi, pada tabung kedua dimasukkan 3ml CH3COOH 0,1 M dan 3ml HCl 0,1 M  dengan nilai pH 5. Kedua larutan tersebut merupakan suatu asam, yang membedakan hanya CH3COOH asam lemah sedangkan HCl merupakan asam kuat. Pada tabung ketiga dimasukkan 3 ml CH3COOH 0,1 M dan 3ml CH3COONa 0,1 M  dengan pH sebesar 1 dan pada tabung keempat dimasukkan 3ml CH3COOH 0,1 M dan 3ml CH3COONa 1 M dengan  pH sebesar 6. Kedua larutan dalam tabung ketiga dan keempat bersifat buffer karena memiliki asam lemah dan garamnya.
Pada percobaan yang kedua, tabung reaksi pertama berisi 2 ml larutan buffer yang dibuat dari campuran 5 ml CH3COOH 0,1 M dan 5 ml CH3COONa 0,1 M dengan pH 4. Pada tabung kedua, ditambahkan 2 tetes HCl ke dalam aqudest yang akan membentuk pH asam yaitu 1. Pada tabung reaksi ketiga, ditambahkan 2 tetes NaOH ke dalam 2 ml buffer dengan pH 5. Dalam hal ini garam asetat akan berperan untuk mempertahankan pH larutan, sehingga perubahan pH larutan yang terjadi hanya sedikit dari pH larutan buffer. Pada tabung reaksi keempat, ditambahkan 2 tetes NaOH ke dalam aquadest yang akan membentuk pH basa yaitu 13. Sedangkan pada tabung reaksi kelima, 2 ml larutan buffer ditambahkan 2 tetes HCl memiliki pH 1. Seharusnya dalam larutan ini pH yang terbentuk sama dengan pH larutan buffer atau sedikit berlebih karena ditambahkan asam kuat, tetapi dalam percobaan yang dilakukan pH yang terbentuk berkurang. Hal ini kemungkinan disebabkan larutan yang terkontaminasi.
Dalam percobaan yang dilakukan, larutan buffer yang digunakan adalah campuran asam asetat 0,1M dengan garamnya natrium asetat dimana asam asetat termasuk asam lemah. Sesuai dengan hasil yang diperoleh, pH larutan adalah 4, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan HCL yang termasuk asam kuat dan beberapa tetes larutan NaOH yang termasuk basa kuat. Jika ditambahkan sedikit ion H+ ke dalam larutan, ion H+ ini akan bersenyawa dengan ion asetat dari garam natriumnya yang akan menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan asam asetat dimana jumlah asam asetat akan bertambah. Sedangkan penambahan ion OH- akan bereaksi dengan ion H+ dari asam asetat dan terbentuk H2O dimana jumlah ion asetat akan bertambah dan jumlah asam asetat akan berkurang. Dalam hal ini terlihat jelas, bahwa penambahan asam atau basa tidak mempengaruhi pH atau konsentrasi sesuai dengan prinsip kerja larutan buffer.
Buffer atau larutan penyangga dapat didefinisikan sebagai campuran asam/basa lemah dengan garamnya yang dapat mempertahankan pH lingkungannya. Larutan buffer digunakan untuk mempertahankan pHnya dari penambahan asam, basa, maupun pengenceran oleh air. Larutan buffer dapat dibedakan atas larutan buffer asam dan buffer basa.
Untuk menghitung pH asam dan basa dapat dilihat dari konsentrasi ion hidrogen maupun ion hidroksil. Persamaan pH larutan campuran asam lemah dan garamnya dapat dihitung dengan cara :
sedangkan persamaan pH larutan campuran basa lemah dan garamnya dapa dihitung dengan cara :
Pada suhu 25oC terhadap air berlaku Kw = [H+][OH-], dimana Kw adalah tetapan ionisasi air. Dengan kata lain berlaku juga hubungan :
          PH + pOH = 14  
Dengan demikian untuk larutan dengan pelarut air, bila nilai pH larutan diketahui maka nilai pOH larutannya juga akan diketahui.

VIII. KESIMPULAN
1.      Pada dasarnya, prinsip kerja larutan buffer ialah mempertahankan pH lingkungannya dari pengaruh penambahan asam, basa, atau oleh pengenceran larutan, sehingga penambahan asam atau basa tidak akan mempengaruhi pH larutan buffer.
2.      Penambahan sedikit asam ataupun basa pada larutan buffer hanya menimbulkan sedikit perubahan pH sehingga pH larutan dianggap tidak bertambah.
3.      Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan nilai Ka dan konsentraasi ion asetat, yaitu :
a.    Tabung I nilai Ka = 10-7
b.   Tabung II [CH3COO-] = 5 x 10-5,3
c.    Tabung III nilai Ka = 10-1
d.   Tabung IV nilai Ka = 10-5

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. Dkk. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
HAM, Mulyono. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : Bumi Aksara.
Svehla, G. 1985. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kulitatif Makro dan Semimakro. Jakarta : PT. Kalman Media Pusaka.




Selasa, 28 Januari 2014

Laporan Asidimetri - Alkalimetri

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Kata larutan (solution) sering dijumpai. Larutan merupakan campuran homogeny antar dua atau lebih zat berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentukan larutan, yaitu zat terlarut (solution) dan pelarut. Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak tepat dengan yang diinginkan, untuk itu perlu dilakukan praktikum. Dalam hal ini, dilakukan pembuatan dan standarisasi larutan. Pada praktikum kali ini adalah membuat larutan 0,1 N HCl dan standarisasi larutan HCl, serta menentukan kadar Na2CO3 degan larutan standar HCl 0,1 N yang merupakan standarisasi dengan metode asidimetri. Sedangkan standarisasi dengan metode alkalimetri adalah standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat.
Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan maka dilakukan standarisasi. Standarisasi pada percobaan kali ini menggunakan metode titrasi asam basa yaitu proses penambahan larutan standar dengan larutan asam dan basa.

1.2    TUJUAN PERCOBAAN
1.      Membuat larutan standar HCl 0,1 N
2.      Menetapkan konsentrasi larutan standar HCl dengan boraks
3.      Menetapkan kadar Na2CO3 dalam soda
4.      Membuat larutan standar NaOH 0,1 N
5.      Menetapkan konsentrasi larutan standar NaOH dengan asam oksalat
6.      Menetapkan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa antara sampel dengan larutan standar disebut analisis asidi – alkalimetri. Apabila larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalah analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. (Keenan, 1991)
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya ( larutan standar). (Syukri, 1999)
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini disebut standar primer. (Day, 1998)
Suatu zat standar primer harus memenuhi persyaratan berikut :
1.   Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan, dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni.
2.    Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan, kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi karbon dioksida.
3.  Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uij-uji kuantitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui.
4.      Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
5.      Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
6.      Reaksi dengan larutan standar harus stokiometri dan praktis. Zat-zat yang biasa dipakai sebagai standar primer adalah reaksi asam basa natrium karbonat, natrium tetraborat, KH(C8H4O4), asam klorida bertitik didih konstan, dan asam benzoat.
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran yang seksama volume – volumenya suatu asam dan suatu basa yang tepat akan saling menetralkan. Reaksi penentralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan reaksi alam analisis titrimetri. Asidi – alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar (asidimetri) dan teori asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi – reaksi ini melibatkan bersenyawaannya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air. (Bassett, 1994)
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1.      Berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas (dasar teoritis).
2.      Cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu banyak.
3.      Ada penunjuk akhir titrasi (indikator).
4.    Larutan baku yang direaksikan dengan analay harus mudah didapat dan sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah saat disimpan.
Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Setiap indikator asam-basa mempunyai trayeknya sendiri, demikian pula warna asam dan warna basanya. Diantara indikator ada yang mempunyai satu macam warna, misalnya fenolftalein yang berwarna merah dalam keadaan basa tetapi tidak berwarna bila keadaannya asam. Indikator satu warna menunjukkan warna yang sama, juga dalam trayeknya, akan tetapi intensitas warna tersebut berbeda sesuai dengan pHnya. Untuk fenolftalein, warnanya tampak semakin tua bila pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan makin muda bila semakin kecil (mendekati 8,0). Letak trayek fenolftalein diantara 8,0 sampai 9,6 sehingga pada pH dibawah 8,0 larutan tak berwarna dan diatas 9,6 warna merah tidak berubah intensitasnya. (Harjadi, 1990)
Tabel 1. Beberapa indikator asam-basa yang penting
Nama Indikator
Trayek pH
Warna
Asam
Basa
1.   Asam pikrat
0,1 – 0,8
Tidak berwarna
Kuning
2.   Biru timol
1,2 – 2,8
Merah
Kuning
3.   2,6-Dinitrofenol
2,0 – 4,0
Tidak berwarna
Kuning
4.   Kuning metiil
2,9 – 4,0
Merah
Kuning
5.   Jingga metil
3,1 – 4,4
Merah
Jingga
6.   Hijau bromkresol
3,8 – 5,4
Merah
Biru
7.   Merah metal
4,2 – 6,3
Merah
Kuning
8.   Lakmus
4,5 – 8,3
Merah
Biru
9.   Purpur bromkresol
5,2 – 6,8
Kuning
Purpur
10. Biru bromtimol
6,0 – 7,6
Kuning
Biru
11. Merah fenol
6,4 – 8,0
Kuning
Merah
12. p-a-Naftolftalein
7,0 – 9,0
Kuning
Biru
13. Purpur kresol
7,4 – 9,6
Kuning
Biru
14. Fenolftalein
8,0 – 9,6
Tidak berwarna
Merah
15. Timolftalein
9,3 – 10,5
Tidak berwarna
Biru
16. Kuning alizarin R
10,1 – 12,0
Kuning
Violet
17. 1,3,5-Trinitrobenzen
12,0 – 14,0
Tidak berwarna
Jingga
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada saat titik ekuivalen. Pada titrasi asam basa dikenal istilah ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepay habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi. (Sukmariah, 1990)


BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
                                                           
3.1    ALAT DAN BAHAN
3.1.1 Alat yang digunakan
a.       Buret 50 ml
b.      Erlenmeyer 250 ml
c.       Labu ukur 250 ml
d.      Labu ukur 100 ml
e.       Pipet gondok 25 ml
f.       Pipet gondok 10 ml
g.      Botol timbang
h.      Kaca arloji
i.        Neraca analitik
j.        Batang pengaduk
k.      Pipet tetes
l.        Corong
m.    Klem dan statif

3.1.2 Bahan yang digunakan
a.       Larutan HCl pekat
b.      Larutan HCl 0,1 N
c.       Larutan NaOH 0,1 N
d.      Na2B4O7 . 10H2O (s)
e.       Na2CO3 (s)
f.       Larutan H2C2O4 0,1 N
g.      Sampel asam cuka
h.      Indikator fenolftalein
i.        Indikator MM
j.        Aquadest 


3.2    PROSEDUR KERJA
3.2.1 Asidimetri
A.    Membuat larutan standar HCl 0,1 N
1.      Dipipet 2,1 ml HCl pekat ke dalam labu ukur 250 ml, kemudian ditambahkan aquadest sampai tanda batas
2.      Larutan yang diperoleh kemudian dititrasi

B.     Standarisasi larutan HCl dengan boraks
1.      Ditimbang 1,9 gram boraks padat, kemudian dilarutkan dengan aquadest ke dalam labu ukur 100 ml
2.      Dipipet sebanyak 25 ml larutan boraks, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
3.      Ditambahkan 2 tetes indikator MM, dititrasi dengan larutan HCl sampai warna larutan menjadi merah muda

C.     Penetapan kadar Na2CO3 dalam soda
1.      Ditimbang 1,5 gram Na2CO3, dilarutkan ke dalam labu ukur 100 ml dengan aquadest
2.      Dipipet 25 ml larutan Na2CO3 ke dalam Erlenmeyer
3.      Ditambahkan 3 tetes indikator MM, dititrasi dengan larutan HCl sampai warna larutan menjadi merah muda

3.2.2 Alkalimetri
A.    Membuat larutan standar NaOH 0,1 N
1.      Ditimbang NaOH kristal 1,1 gram ddengan botol timbang
2.      Dilarutkan dengan aquadest bebas CO2 ke dalam labu ukur 250 ml
3.      Larutan disimpan dalam botol tertutup

B.     Standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat
1.      Ditimbang 0,63 gram H2C2O4, dilarutkan dengan aquadest ke dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas
2.      Dipipet 10 ml larutan H2C2O4 ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein
3.      Dititrasi dengan NaOH sampai warna larutan berubah menjadi merah muda

C.     Penentuan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan
1.      Ditimbang 5 ml sampel asam cuka dengan botol timbang
2.      Dilarutkan dengan aquadest ke dalam labu ukur 100 ml
3.      Dipipet 10 ml ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 4 tetes indikator PP
4.      Dititrasi dengan NaOH standar sampai warna larutan menjadi merah muda

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    DATA PENGAMATAN
4.1.1 Asidimetri
A.    Pembuatan larutan standar HCl 0,1 N
-        Bj = 1,19 gr/ml
-        % = 37 %
-        Mr = 36,5 gr/mol
-        [HCl (p)] = 12,06 N
-        V HCl (p) = 2,1 ml

B.     Standarisasi HCl 0,1 N dengan Na2B4O7 . 10H2O
Volume
I
II
x
Larutan Na2B4O7
25 ml
25 ml
25 ml
Larutan HCl
27,5 ml
27,4 ml
27,45 ml

C.     Penentuan kadar Na2CO3 dalam soda
Volume
I
II
x
Larutan Na2CO3
25 ml
25 ml
25 ml
Larutan HCl
74,2 ml
74,2 ml
74,2 ml


4.1.2 Alkalimetri
A.    Pembuatan larutan standar NaOH 0,1 N
-        Gram NaOH = 1,1 gram

B.     Standarisasi NaOH 0,1 N dengan H2C2O4
Volume
I
II
x
Larutan H2C2O4
10 ml
10 ml
10 ml
Larutan NaOH
10,2 ml
10 ml
10,1 ml

C.     Penentuan kadar asam dalam asam cuka
Volume
I
II
x
Larutan asam cuka
10 ml
10 ml
10 ml
Larutan NaOH
8,6 ml
8,5 ml
8,55 ml

4.2    REAKSI
4.2.1 Asidimetri
-        2HCl (l) +  Na2B4O7 (l)  ®  2NaCl (l)  + H2B4O7 (l)
-        Indikator MM
            
-        2HCl (l)  + Na2CO3 (l)  ®  2NaCl (l)  +  H2CO3 (l)

4.2.2 Alkalimetri
-        2NaOH (l)  + H2C2O4 (l) ®   Na2C2O4  +  2H2O (l)
-        Indikator fenolftalein
             
-        NaOH (l)  + CH3COOH (l)  ®  CH3COONa  +  H2O (l) 

4.3    PERHITUNGAN
A.    Pembuatan larutan standar HCl 0,1 N
              
B.    Konsentrasi larutan standar HCl
             
C.    Kadar Na2CO3 dalam soda
              
D.     Pembuatan larutan standar NaOH 0,1 N
            
E.     Konsentrasi larutan standar NaOH
             
F.    Kadar asam dalam asam cuka
             

4.4    PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, praktikan bertujuan untuk dapat membuat larutan HCl 0,1 N, dapat melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 N, menentukan kadar Na2CO3 dalam soda, dapat membuat larutan NaOH 0,1 N, dapat melakukan standarisasi larutan NaOH 0,1 N, dan dapat menentukan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan. Penggunaan larutan NaOH dan HCl didasarkan pada pengertian asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri yaitu analisis secara volumetri dengan larutan standar asam. Sedangkan alkalimetri yaitu analisis secara volumetri dengan lartan standar basa. Tujuan dari standarisasi adalah menentukan konsentrasi larutan setepat mungkin.
Pada percobaan asidimetri digunakan larutan HCl dengan konsentrasi 0,1 N yang akan distandarisasi. Hal pertama yang dilakukan adalah menghitung berapa banyak HCl pekat yang diperlukan untuk membuat HCl 0,1 N, kemudian larutan HCl distandarisasi menggunakan larutan standar primer yaitu boraks. Standarisasi dilakukan dengan melakukan titrasi terhadap larutan boraks  dengan HCl 0,1 N yang akan distandarkan dengan menggunakan indikator metil merah untuk mengetahui titik akhir titrasi. Titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warna kuning menjadi merah muda.
Kemudian larutan HCl standar digunakan untuk menentukan kadar Na2CO3 dalam soda. Sejumlah tertentu Na2CO3 ditimbang, kemudian dititrasi menggunakan HCl standard dengan menambahkan 2 tetes indikator MM sebelum dititrasi. Titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warna kuning menjadi merah muda. Perubahan warna terjadi karena adanya pengaruh dari ion H+ yang bersifat asam dari larutan HCl. Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi larutan HCl standar 0,0910 N, dan kadar Na2CO3 dalam soda sebesar 95,43%.
Pada percobaan alkalimetri digunakan larutan NaOH 0,1N sebagai larutan standar. Dalam pembuatan larutan NaOH digunakan air bebas CO2 dengan cara dipanaskan terlebih dahulu, hal ini bertujuan untuk menghilangkan CO2 dalam air karena apabila NaOH bereaksi dengan CO2 dapat mempersulit pada saat pembacaan titik akhir titrasi. Kemudian Larutan NaOH distandarisasi menggunakan Larutan asam oksalat dengan menambahkan 3 tetes indikator fenolftalein. Titrasi dihentikan sampai larutan berubah warna menjadi merah muda.
Kemudian larutan NaOH standar digunakan untuk menentukan kadar asam asetat dalam sampel asam cuka yang diperdagangkan. Sampel diencerkan sebanyak 5 ml ke dalam 100 ml aquadest. Pengenceran cuka bertujuan agar jumlah kandungan ion asam asetat didalam larutan sedikit berkurang, dengan demikian mempercepat pada saat titrasi. Karena basa kuat hanya mengubah sejumlah kecil kandungan ion asam asetat. Titrasi dibantu oleh larutan indikator yaitu indikator fenolftalein yang jangkauan pH antara 8 – 9,6. Pada saat ion basa kuat mengubah semua ion asam asetat yang terdapat dalam Erlenmeyer, maka indikator akan berubah warna menjadi merah muda karena telah terjadi titik ekuivalen. Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi larutan NaOH 0,0990 N dan kadar asam asetat dalam asam cuka sebesar 10,39 %.

BAB 5
PENUTUP

4.1    KESIMPULAN
1.  Pembuatan larutan HCl standar dilakukan dengan pengenceran larutan HCl pekat. Dari hasil perhitungana didapatkan volume 2,1 ml HCl pekat untuk membuat HCl 0,1 N.
2.   Larutan standar HCl distandarisasi dengan boraks, dengan volume rata-rata 27,45 ml sehingga konsetrasi  yang didapatkan yaitu 0,0910 N.
3.  Penentuan kadar Na2CO3 dalam soda dilakukan dengan larutan HCl sebagai peniter dan penambahan indikator MM, sehingga kadar yang didapatkan sebesar 95,43 %.
4.      Pembuatan larutan NaOH standar dilakukan dengan melarutkan sejumlah NaOH dengan aquadest bebas CO2.
5.      Larutan standar NaOH distandarisasi menggunakan asam oksalat, dengan volume rata-rata 10,1 ml sehingga konsentrasi yang didapatkan yaitu 0,0990 N.
6.  Penentuan kadar asam asetat dalam dilakukan dengan larutan NaOH sebagai peniter dan penambahan indikator fenolftalein, sehingga kadar yang didapatkan sebesar 95,43%.



DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Kedokteran. EGC. Jakarta.
Day, R.A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung. ITB.
Keenan, Charles W. et al. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran edisi dua. Binarupa Aksara. Jakarta.